tuntunan syar'i rukyah rumah & ruko (oleh ustad irfan abu naveed)


Dalam kehidupan di bawah naungan sistem rusak Demokrasi saat ini, tak sedikit masyarakat awam yang terkelabui dengan beragam penampilan dukun. Tak jarang di antaranya temuan saya: semisal kasus “menjaga” rumah atau bangunan baru dengan cara mistis: menyembelih kerbau lalu kepalanya ditanam di pondasi rumah sebagai sesaji atau dengan memercikkan darah binatang sembelihan di dinding atau sudut rumah, atau menggunakan “apel jin” dengan biaya jutaan. Itu bukan cara syar’i dan jelas kebatilannya, kerugiannya mencakup rugi dunia dan akhirat; konsekuensi dosa dan harta mubadzdzir yang tak sedikit harus dikeluarkan, wal ‘iyaadzu biLlaah.

Dalil-Dalil Meruqyah Tempat

Ruqyah tempat Ini mencakup rumah, kamar pengantin, tempat usaha, dan lainnya. mengenai ruqyah, dalam kitab Fatawa al-Azhar, para ulama menjelaskan:

الرقى جمع رقية، وهى كلمات يقولها الناس لدفع شر أو رفعه ، أى يحصنون بها أنفسهم حتى لا يصيبهم مكروه ، أو يعالجون بها مريضا حتى يبرأ من مرضه.

“Al-Ruqa’ jamak dari ruqyah, merupakan kata-kata yang diucapkan manusia untuk menangkal keburukan atau menghilangkannya, yakni membentengi diri dari hal-hal yang dibenci dengannya, atau mengobati orang yang sakit hingga terbebas dari penyakitnya.”

Gambaran do’a, ruqyah sebagai perlindungan syar’i disebutkan dalam hadits shahih:

مَنْ قَرَأ عَشرَ آيات مِن سُورة البقرةِ في بَيت لم يَدْخُل ذلك البَيْتَ شَيْطَان تلك اللَيلةَ حتى يُصْبحَ أربَعَ آيات مِنْ أوَّلَها وآية الكُرسِي وآيتينِ بَعدَها وخوَاتِيمهَا

“Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari surat al-Baqarah dalam satu rumah, syaithân tidak akan masuk ke dalam rumah tersebut pada malam itu hingga datang waktu pagi, yaitu empat ayat pada awal surat ditambah ayat kursi dan dua ayat sesudahnya dilanjutkan dengan ayat di akhir surat.” (HR. Muslim & Ibn Hibbân dalam shahîh-nya)

Khaulah binti al-Hakim al-Salamiyyah r.a. berkata, ‘Aku mendengar Rasûlullâh –shallaLlaahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلا ثُمَّ قَالَ: أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، مَا يَضُرُّهُ شَيْء حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ.

“Barangsiapa singgah di suatu tempat lalu mengatakan: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allâh yang sempurna dari keburukan apa yang diciptakan-Nya”, maka ia tidak akan ditimpa oleh marabahaya apapun sampai ia pergi dari tempat singgahnya itu.” (HR. Muslim)

Imam al-Nawawi menjelaskan: “Yang dimaksud dengan kalimat-kalimat Allâh yang sempurna adalah kata-kata yang tak mengandung kekurangan maupun cela, dan ada yang mengatakan, ‘Yang bermanfaat dan menyembuhkan,’ ada pula yang mengatakan maksudnya adalah al-Qur’ân.”

Syaikh Isma’il Zayn ditanya oleh seseorang: “Apa pendapatmu –semoga Allah senantiasa memuliakanmu- mengenai perbuatan menjaga kebun dengan sihir, do’a atau anjing. Apakah semua itu diperbolehkan?”

Syaikh Isma’il menjawab:

مستمدّا من الله التوفيقَ للصوابِ: إنّ حماية البستان بالسحرِ لاتجوز قطعا لحرمة استعمال السحر مطلقا، وأما حمايتُهُ بالدعاء أو بالكلب فذلك جائز وقد وردت السنة بذلك فقد ورد في الشرع أدعيةٌ وأذكارٌ يقولها المسافرُ إذا نَزَلَ مَتْرِلا لِيَبِيْتَ فيه فيكون ذالك سَبَبا لحفْظِهِ في ذلك المكانِ من كل أفَةٍ أو عاهةٍ ومن شرّ الجنّ والإنسِ فاذا أتى الإنسانُ بتلك الأدعيةِ والأذكارِ أو بغيرِها مما هو مأثورٌ شرعا لقصدِ حفظِ بستانه أو غيرِهِ من مال أو أهلٍ أو ولد فإنّ ذلك جائزٌ بل سنةٌ وكذلك الحِرَاسَةُ للبستانِ بالكلبِ جائِزَةٌ ففي صحيح البخاري “الحديث. هذا هو الجواب، والله الموفق للصواب

“Dengan meminta pertolongan Allâh untuk mendapat kebenaran... Adapun menjaga kebun dengan do’a dan anjing, hukumnya boleh. Dan keterangan hadits pun telah menjelaskan demikian. Sungguh banyak sekali keterangan syara’ yang menjelaskan mengenai do’a-do’a dan zikir-zikir seorang musafir ketika menempati rumah dengan tujuan menginap. Do’a dan zikir tersebut menjadi penyebab (atas izin dan kehendak Allâh-pen.) terjaganya tempat tersebut dari segala malapetaka dan marabahaya dan juga dari kejahatan jin atau manusia. Ketika seseorang membaca do’a-do’a atau zikir-zikir tersebut, yaitu menurut apa yang dinukil dari syara’ dengan tujuan menjaga kebunnya, hartanya, kebunnya, anaknya atau lainnya, maka yang demikian itu diperbolehkan dan bahkan hukumnya sunnah…” (Hasyiyyah al-Jamal, hlm. 21, juz. V.)

Adapun sihir, maka jelas dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah secara qath’i (pasti, tegas) melarangnya, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.

Tata Cara atau Praktik Ruqyah Tempat

Lalu bagaimana praktik meruqyah tempat? Syaikh Wahid bin ‘Abdus-Salam Bali dalam kitab Wiqaayatul Insaan Min al-Jin wa asy-Syaythaan (beliau menukil kitab al-Waabil ash-Shayb) menuturkan:

١- تذهب أنت واثنان معك إلى هذا البيت وتقول: أناشدكم بالعهد الذي أخذه عليكم سليمان أن تخرجوا وترحلوا من بيتنا. أناشدكم الله أن تخرجوا ولا تؤذوا أحدًا – تكرر هذا ثلاثة أيام

٢- إذا استشعرت بعد ذلك بشيء في البيت تحضر ماءً في إناء وتقرب فاك منه وتقول – الأدعية الرقية ومنها سورة الصافات: ١-١٠

٣- ثم تتبع بهذا الماء جوانب الدار فتضع منه في كل جانب من جوانبها؛ فيخرجون بإذن الله تعالى

Yakni dengan penjelasan sebagai berikut:

Pertama, sampaikan peringatan. Kata-kata memiliki pengaruh terhadap manusia, sebagaimana disampaikan Imam Ibnu Qayyim. Peringatan yang dimaksud bisa dengan kata-kata ini:

أَنْشُدُكُمْ بِالْعَهْدِ الَّذِيْ أَخَذَهُ عَلَيْكُمْ سُلَيْمَانُ أَنْ تَخْرُجُوْا وَتَرْحَلُوْا مِنْ بَيْتِنَا. أُنَا شِدُكُمُ اللهَ أَنْ تَخْرُجُوْا وَلاَ تُؤْذُوْا أَحَدًا

“Aku peringatkan kalian dengan sumpah yang pernah diucapkan Nabi Sulaiman kepada kalian; keluarlah dan pergilah kalian dari rumah kami. Aku sumpah kalian dengan nama Allâh; keluarlah kalian dan janganlah kalian menyakiti seorang pun.”

Hal ini berdasarkan kata-kata peringatan yang dicontohkan Rasûlullâh SAW ketika beliau mengusir syaithân golongan jin yang menyerupai ular rumah. Rasûlullâh SAW bersabda:

إِنَّ لِهَذِهِ الْبُيُوتِ عَوَامِرَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْهَا فَحَرِّجُوا عَلَيْهَا ثَلَاثًا فَإِنْ ذَهَبَ وَإِلَّا فَاقْتُلُوهُ فَإِنَّهُ كَافِرٌ

“Sesungguhnya di dalam rumah-rumah ada sekelompok jin, jika kalian melihat sesuatu dari mereka maka persempitlah untuknya tiga hari jika ia bersedia pergi, dan jika tidak maka bunuhlah karena sesungguhnya dia kafir.” (HR. Muslim)            

Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa bentuk ‘mempersempit’ dalam hadits tersebut: al-Qadhi berkata; Ibnu Hubaib telah meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:

أَنْشُدُكُمْ بِالْعَهْدِ الَّذِي أَخَذَهُ عَلَيْكُمْ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ أَنْ لاَ تُؤْذُوْنَنَا وَ لاَ تَظْهَرَنَّ لَنَا

“Aku peringatkan kamu dengan janji yang telah diambil oleh Sulaiman bin Daud atas kalian, hendaklah kalian tidak menyakiti kami dan tidak menampakkan diri kepada kami.” (Wiqâyatul Insân min al-Jin wa al-Syaithân, Syaikh Wahid ‘Abd al-Salam Bâli)

Kedua, bacakan do’a-do’a ruqyah syar’iyyah dan tiupkan pada air yang dicampur garam (sebagaimana keterangan hadits mengenai air yang dicampur garam:

بَيْنَا رَسُوْلُ الله ِ -صلى الله عليه وسلم -يُصَلِّيْ إِذْ سَجَدَ، فَلَدَغَتْهُ عَقْرَبٌ فِيْ أَصْبُعِهِ، فَانْصَرَفَ رَسُوْلُ اللهِ ِ-صلى الله عليه وسلم – وَقَالَ: لَعَنَ اللهُ اْلعَقْرَبَ مَا تَدَعُ نَبِيًّا وَلاَ غَيْرَهُ. قَالَ: ثُمَّ دَعَا بِإِنَاءٍ فِيْهِ مَاءٌ وَمِلْحٌ، فَجَعَلَ يَضَعَ مَوْضِعَ اللَّدَغَةِ فِيْ الْمَاءِ وَالْمِلْحِ، وَيَقْرَأُ: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حَتَّى سَكَنَتْ

“Ketika Rasûlullâh -صلى الله عليه وسلم- sedang sujud dalam shalatnya, jari beliau disengat Kalajengking. Setelah selesai shalat, beliau bersabda, ‘Semoga Allâh melaknat Kalajengking yang tidak memandang nabi atau selainnya.’ Lalu beliau mengambil wadah (ember) yang berisi air dan garam. Kemudian beliau meletakkan bagian tangan yang tersengat Kalajengking dalam larutan air dan garam (merendamnya), seraya membaca surat al-Ikhlâsh, al-Falaq dan al-Nâs, sampai beliau merasa tenang.” (HR. al-Baihaqi, hadits Hasan: Imam al-Haitsami رحمه الله menyatakan bahwa sanad hadîts tersebut hasan)

Imam ‘Abd al-Rauf al-Manawi menjelaskan: “Dalam riwayat itu Rasûlullâh telah memadukan antara obat yang bersifat alami dengan obat yang bersifat Ilahi. Sedangkan surat Ikhlâsh yang beliau baca, mengandung kesempurnaan tauhid, dari sisi pengetahuan dan keyakinan. Adapun surat al-Mu’awwidzatayn (al-Falaq dan al-Nâs) mengandung permohonan perlindungan dari segala hal yang tidak disukai, secara global dan terperinci. Dan garam yang beliau gunakan, merupakan materi yang sangat bermanfaat untuk menetralisir racun.”

Adapun tiupan dalam praktik ruqyah ini sebagaimana penjelasan Imam Ibn al-Atsir -rahimahullaah- yang berkata:

 النَّفْثُ : شبيه بالنَّفخ وهو أقل من التَّفْل ، لأن التَّفْل لا يكون إلا ومعه شيءٌ من الرِّيِق

“al-Naftsu yakni seperti dengan al-nafkhu yakni dibawah al-Taflu, karena al-Taflu tidak mengandung sesuatu kecuali air liur.” (Al-Nihaayah fii Ghariib al-Hadiits (5/87))

Ketiga, memercikkan air tersebut ke sudut-sudut tempat yang diruqyah. Syaikh Wahid bin ‘Abdus-Salam Bali menjelaskan: “Kemudian bawalah air tersebut ke seluruh penjuru (sudut-sudut) rumah, dan letakkanlah (dipercikkan) sebagiannya di setiap penjuru rumah, maka dengan izin Allâh mereka (syayâthîn) akan keluar. Lakukanlah cara pengobatan ini dengan niat ikhlas ketika membaca do’a tersebut dan memohon pertolongan kepada Rabb langit dan bumi.”

Mengenai cara ini ada penjelasan lebih lengkap dari Syaikh al-Tihamiy, yang menunjukkan praktik meruqyah tempat (khususnya kamar pengantin). Beliau berkata dalam kitabnya yang berbicara mengenai pernikahan:

“Dan diantara tata krama bersetubuh juga adalah apa yang diisyaratkan beliau (Syaikh Ibnu Yamun) dengan ucapannya (sya’ir):

وغسلك اليدين والرّجلين في # آنية منها فهاك واقتف

ورشّه في كلّ ركن جاء # فاحفظ وقيت البأس والضّرّاء

“Dan basuhanmu kedua tangan dan kedua kaki sang istri di dalam # wadah, maka ambillah dan ikutilah. Dan menyiramnya ke setiap sudut rumah yang datang # maka peliharalah, niscaya engkau dijaga dari bahaya dan bencana.”

Syaikh at-Tihami pun menjelaskan:

فأخبر رحمه الله أنّه يطلب من الزّوج أيضا وقت الدّخول قبل أن يضع يده على ناصيتها أن يغسل طرف يدى العروسة ورخليه بماء في آنية، ويسمّى الله تعالى ويصلّى على رسوله -صلى الله عليه وسلم- ثمّ يرش بذٰلك الماء أركان البيت. فقد ورد أن فعل ذٰلك ينفى الشّرّ والشّيطان بفضل الله تعالى

“Maka Syaikh Ibnu Yamun memberitahukan bahwasanya seorang suami juga dituntut waktu hendak bersetubuh sebelum meletakkan tangannya di atas ubun-ubun istri, agar membasuh ujung kedua tangan pengantin wanita dan kedua kakinya dengan air di dalam wadah, mengucapkan asma Allâh dan bershalawat atas Rasûlullâh SAW, kemudian memercikkan air tersebut ke sudut-sudut rumah. Karena sungguh telah sampai (keterangan) bahwasanya melakukan hal itu akan meniadakan (menangkal) hal buruk dari syaithân, dengan sebab keutamaan (keagungan) Allâh.” (Qurratul ‘Uyûn bi Syarhi Nazham Ibnu Yâmûn, At-Tihami)

Bacaan yang Dibaca?

Seluruh ayat al-Qur’an pada dasarnya boleh digunakan dalam ruqyah syar’iyyah, namun di antaranya yang direkomendasikan:

Al-Faatihah
Al-Baqarah: 1-5, 255-257, 3 ayat terakhir
Ash-Shaaffaat: 1-10
Al-Ikhlash, Al-Falaq, An-Naas
Dan do’a-do’a perlindungan, kesembuhan dari as-Sunnah. DO’a-do’a selengkapnya (download pdf): Do’a-Do’a Ruqyah Syar’iyyah
Selamat mencoba, syari’at yang agung telah mengajarkan kita tata cara yang syar’i, sederhana namun jitu (pengalaman) bi idzniLlaah. []

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "tuntunan syar'i rukyah rumah & ruko (oleh ustad irfan abu naveed)"

  1. Bandar CASINO ONLINE Terpercaya Indonesia
    SBOBET CASINO
    MAXBET CASINO
    368BET CASINO
    GD88
    CBO55
    WM CASINO
    SV388 sexy baccarat
    SV388 venus casino

    Minimal Deposit Hanya 50rb Anda Sudah Bisa Memainkan Semua Permainan Judi Casino.

    Dapatkan Juga Bonus Rollingan Live Casino 0.5% + 0.7%

    Info Lengkap Pendaftaran Akun & Promo :

    BBM: BOLAVITA
    WeChat: BOLAVITA
    WA: +62812-2222-995
    Line : cs_bolavita

    BalasHapus